Minggu, 16 Juni 2013

Ayo Menjadi Entrepreuner

Oleh : Muhammad Assad dalam buku Notes From Qatar


“9 dari 10 Pintu Rezeki itu berasal dari Perniagaan (Perdagangan)”  

Alhamdulillah akhirnya bisa update blog lagi. Setelah vakum hampir 3 minggu karena umrah selama 10 hari, finally I come back again! Sebetulnya hari ini masih agak males nulis karena banyak kerjaan, tapi karena diingetin sepupu tercinta (yang juga pembaca setia blog ini), Juwita Aulina, untuk selalu update blog setiap hari Jumat dan ini udah 3 minggu lewat hehe.. ya, saya memang biasanya akan mengupdate blog setiap hari jumat dengan series #notesfromQatar.

Alright, pada #notesfromQatar kali ini saya bukan menceritakan tentang pengalaman Umrah saya (itu mungkin minggu depan). Tapi pada kesempatan ini saya ingin mengajak kita semua untuk menjadi seorang entrepreneur! Lho, memang kenapa harus menjadi seorang entrepreneur? Apa menjadi orang gajian / karyawan itu buruk? Jawaban saya, keduanya adalah bagus. Namun, rasanya menjadi seorang entrepreneur itu lebih asik! Mari belajar bersama!

Sebelum saya berbicara mengenai entrepreneurship, kita harus mengenal dulu mengenai konsep rezeki. Dengan mengetahui hal ini, maka akan jelas mengapa dengan menjadi seorang entrepreneur itu akan lebih banyak membuka pintu rezeki dan sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW bahwa 9 dari 10 pintu rezeki itu berasal dari perdagangan. Perdagangan disini tentunya bermakna wirausaha, berbisnis, berjualan, dsb

Ada Tiga Tipe Rezeki:

1. Rezeki yang dijamin
Allah SWT telah menjamin rezeki bagi setiap makhluk ciptaan-Nya. Seluruh makhluk hidupnya, dari manusia hingga binatang terkecil yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang, semua sudah ada bagian rezekinya.

Dan tidak ada satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin oleh Allah rezekinya. Dia Maha Mengetahui tempat kediamannya (dunia) dan tempat penyimpanannya (akhirat). Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauhul Mahfudz).” (QS. Huud [11] : 6)

Jadi disini ibaratnya, masing-masing kita ini sudah punya rezeki yang dijatah oleh Allah SWT. Jadi, kita tidak perlu risau dan khawatir takut ga kebagian rezeki. Kalau kata Imam Ibnu Athaillah dalam kitabnya al-Hikam, “Jangan merisaukan apa yang sudah dijanjikan Allah kepada kita. Tetapi, risaukanlah jika kita lalai menjalankan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada kita.”

2. Rezeki yang digantungkan
Ini adalah jenis rezeki yang kedua. Yaitu, rezeki yang digantungkan. Seperti yang sudah dibahas di atas bahwa Allah SWT telah menjamin rezeki bagi seluruh makhluk ciptaan-Nya. Tapi, manusia juga wajib untuk MENJEMPUT jatah rezekinya tersebut. Contoh mudahnya adalah, Allah SWT memberikan rezeki kepada singa setiap harinya. Namun Dia tidak serta merta melemparkan daging rusa ke kandang singa. Singa itu sendiri lah yang harus berusaha keluar kandang dan mencari mangsa untuk mengisi perutnya.

Kalau singa aja gitu, gimana kita manusia? Kita diberikan seperangkat potensi yang sangat dahsyat untuk mencari rezeki. Kita punya otak untuk berpikir, kaki untuk berjalan dan tangan untuk berusaha. Semakin keras kita berusaha mendapatkan jatah rezeki kita, semakin maksimal kita akan berhasil mendapatkan semuanya. Tapi kalau kata Ust. Yusuf Mansur, kerja keras saja tidak cukup, harus ditambah dengan cerdas dan ikhlas. Kerja keras adalah tugas fisik kita, kerja cerdas adalah tugas akal kita, dan kerja ikhlas adalah tugas hati kita.

3. Rezeki yang dijanjikan
Nah kalau rezeki model ini ada hubungannya dengan sedekah (my fave topic!). Semakin banyak kita bersedekah maka akan semakin banyak rezeki yang mengalir ke kita, minimal 10 kali lipat. Al-Quran menegaskan, “Barangsiapa berbuat kebaikan mendapat sepuluh kali lipat amalnya..” (QS. Al-An’am [6]: 160).

Bahkan di surat lain, Al-Baqarah, Allah berjanji akan membalas sebanyak 700 kali lipat! Canggih! Coba disimak baik-baik: “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2] : 261)

Kalau tentang rezeki yang dijanjikan ini, sudah cukup banyak pengalaman pribadi tentang hal ini. Beberapa sudah saya share di blog ini. Silahkan dibaca bagi yang belum baca: (http://muhammadassad.wordpress.com/2010/03/12/business-class-for-free/) dan (http://muhammadassad.wordpress.com/2009/11/20/dahsyatnya-sedekah/)

Robert Kiyosaki dalam bukunya yang sangat terkenal “Rich Dad Poor Dad”, menjelaskan bahwa ada 4 tipe orang dalam cashflow quadrant, yaitu Employee, Self-Employed, Business owner dan Investor. Kuadran 1 atau orang yang bekerja untuk uang diisi oleh Employee dan Self-Employed. Sedangkan Kuadran 2 atau uang yang bekerja untuk orang diisi oleh Business owner dan Investor. Dari kedua kuadran tersebut, secara jelas Kiyosaki mengatakan bahwa orang-orang yang berada di kuadran ke dua lah yang bisa menjadi orang yang kaya. Jadi, ya kalau bukan menjadi Business Owner berarti menjadi Investor, baru orang tersebut bisa menjadi kaya.

Tapi sebetulnya, jauh beribu-ribu tahun yang lalu, Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan hal yang secara implisit sama persis dengan realita yang terjadi sekarang ini. Dalam salah satu hadithnya beliau bersabda, “9 dari 10 Pintu Rezeki itu berasal dari perniagaan (perdagangan)” (HR. Tirmidzi). Dengan kata lain berarti yang menguasai 90% pintu rezeki itu adalah para pedagang atau pebisnis. Hal ini ternyata sejalan dengan fakta yang terjadi di dunia ini. Dari daftar 100 list of World’s Billionaires atau orang terkaya di dunia yang dikeluarkan oleh Forbes, lebih dari 90% adalah seorang business owner seperti Bill Gates (USA), Laksmi Mittal (India) dan Carlos Lim (Meksiko) atau seorang investor macam Warren Buffet (USA). Di Indonesia pun demikian, nama-nama yang selalu bertengger dalam daftar 100 orang terkaya di Indonesia adalah para pengusaha, seperti Aburizal Bakrie (Bakrie Brothers), Chairul Tanjung (Para Group),  Mochtar Riady (Lippo Group), sampai yang baru saja meninggal William Soeryadjaya (pendiri PT. Astra International).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dr. David McCelland dari Harvard University dalam bukunya “The Achieving Society”, suatu negara dapat mencapai kemakmuran dan kesejahteraan jika minimal 2% dari jumlah penduduknya menjadi pengusaha. Hal itu berarti, Indonesia membutuhkan paling tidak sekitar 5 juta dari 230 juta penduduknya untuk menjadi seorang pengusaha. Namun ternyata fakta yang ada seperti jauh api dari panggang. Menurut data yang disampaikan oleh Menteri Koperasi dan UKM Syarief Hasan, jumlah total pengusaha Indonesia saat ini adalah “hanya” sekitar 450.000 pengusaha atau 0.2% dari jumlah penduduk Indonesia. Sebagai perbandingan, Amerika memiliki pengusaha lebih dari 11 %, Singapura 7,2%, Jepang dan China lebih dari 7%.

Dengan demikian, kalau menurut teori Kiyosaki, ada sekitar 99.8% penduduk Indonesia yang berada di kuadran pertama (Employee dan Self-Employed) dan 0.2% penduduk Indonesia yang berada di kuadran kedua. Ini berarti, sebanyak 450.000 (0.2%) penduduk Indonesia itu menguasai lebih dari 90% pintu rezeki dan sebanyak 229.6 juta (99.8%) penduduk hanya mendapatkan “sisa” pintu rezeki yang tinggal 10% saja. Sepertinya tidak adil ya, tapi memang seperti inilah kondisinya.

Faktor lingkungan dan pendidikan mempengaruhi seseorang untuk menjadi apa dia ke depannya. Salah satu dedengkot pengusaha Indonesia, Bapak Ir. Ciputra dalam suatu kesempatan pernah mengatakan bahwa akar dari kemiskinan Indonesia bukan semata karena minimnya akses pendidikan, melainkan karena sistem pendidikan di negara ini tidak mengajarkan dan menumbuhkan jiwa entrepreneur dengan baik. Pendidikan tinggi Indonesia lebih banyak menciptakan sarana pencari kerja dibanding pencipta lapangan kerja. Sistem pendidikan Indonesia yang banyak mengandalkan sistem belajar pasif (guru menerangkan dan murid mendengarkan) memberikan dampak yang cukup signifikan untuk membuat masyarakat Indonesia menjadi tidak kreatif dan produktif, dan hanya terbiasa mengandalkan makan gaji. Negara ini banyak mencetak begitu banyak sarjana yang handal dengan kemampuan akademisnya, namun tidak handal menjadikan mereka lulusan yang kreatif yang dapat menciptakan lapangan kerja. Akibatnya, pengangguran terdidik di Indonesia semakin besar setiap tahunnya. Too bad!

Saya pun, dan anda mungkin juga pernah mengalami ditanya oleh teman saat masih kuliah. Pertanyaaannya kurang lebih seperti ini, “nanti kalau lulus mau ngelamar kerja dimana?” saya sering menjawab, “Insya Allah mau buka usaha sendiri, mau berbisnis”. Tapi respon yang didapat, “kan bisnis butuh modal?” kata saya, “iya bener, tapi modal tidak selalu uang kan? bisa juga modal berbentuk ide dan gagasan. Bahkan, modal dengkul pun bisa!”. Untuk modal yang terakhir (dengkul), Bob Sadino adalah contoh ter-gress!

Jadi, dengan kondisi yang telah dijelaskan di atas, saya mengajak kepada teman-teman semua para generasi muda untuk menjadi seorang entrepreneur! Mengapa harus generasi muda? Karena generasi muda yang bertanggung jawab untuk membawa kemajuan suatu bangsa. Maju atau mundurnya suatu bangsa di masa yang akan datang dapat dilihat dari kondisi kaum mudanya pada masa sekarang ini.

Ada ungkapan yang mengatakan bahwa masa muda adalah masa hura-hura. Lebih tepatnya, “Muda foya foya, tua kaya raya, mati masuk Surga”. Siapa yang tidak ingin dengan kondisi seperti ini? Semua orang pasti menjawab, “Yes, I want!” Tapi sayangnya pepatah seperti ini menyesatkan. Tidak akan ada cerita jika di awal (masa muda) kita berfoya-foya, maka di masa tua kita akan kaya raya dan selanjutnya mati masuk surga hehehe. Kenapa? Karena inputnya saja sudah salah. Ibarat blender juice, kalau kita memasukkan jeruk ke dalam blender, maka yang keluar adalah jus jeruk dan bukan jus apple.

Seharusnya kalimat yang benar, kata foya-foya diganti dengan kata berkarya sehingga menjadi “muda berkarya, tua kaya raya, mati masuk Surga”. Berkarya disini bermakna luas, dan salah satu cara untuk bisa berkarya adalah dengan menjadi seorang entrepreneur. Menjadi seorang entrepreneur akan memberdayakan kemampuan potensi kita dan juga memberdayakan orang lain. Bukankah Rasululah SAW pernah bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling  bermanfaat bagi sesama” (HR. Thabrani). Dengan kata lain, menjadi entrepreneur memberikan kesempatan yang lebih besar kepada kita untuk dapat berkontribusi kepada Ummah, bangsa dan negara.

Sebagai penutup, saya membayangkan akan semakin banyak kaum muda Indonesia yang memiliki jiwa entrepreneurship, karena jiwa-jiwa seperti itulah yang menjadi pupuk untuk melahirkan lebih banyak lagi para pengusaha di Indonesia. Semakin banyak pengusaha, maka semakin besar juga kesempatan untuk bekerja karena banyaknya lapangan kerja yang tersedia. Dan pada akhirnya, semakin banyak kesempatan untuk bekerja, maka semakin tinggi pula harapan kesejahteraan bagi penduduk Indonesia.

What else are you waiting for? Let’s take off together! Go Young Entrepreneur!

Wallahu ‘alam bishshawwab

Nb: kalau ada yang punya jiwa entrepreneur atau senang berbisnis, boleh kita berdiskusi lebih jauh. Siapa tau ada peluang-peluang yang bisa kita kerjain bareng. Silaturahmi itu juga salah satu kunci mendatangkan rezeki! Silahkan hubungi saya melalui blog ini, twitter (@muhammadassad) atau email: muh_assad@yahoo.com

Wassalam,

Senin, 03 Juni 2013

Success With Values

 Oleh : Muhammad Assad dalam buku Notes From Qatar

Tulisan kali ini akan berbicara tentang kesuksesan! pastinya kita semua mau sukses kan? Tentu! saya pun demikian kita harus memahami betul apa tujuan hidup kita dan bagaimana memaknai hidup itu sendiri. apa tujuan kita hidup di dunia ini? saya membaginya menjadi dua pilihan. pilihan pertama kita hidup alakadarnya saja, menjalani kehidupan tanpa tau arah dan tujuan, lalu meninggalkan dunia tanpa jejak sedikitpun bagi orang-orang di sekitar.

pilihan yang kedua, hidup yang sekali ini di gunakan sebaik mungkin, kita tinggalkan banyak jejak kebaikan bagi sekitar, dan pada saat meninggal nanti kita akan tersenyum sedangkan orang-orang disekitar akan menangis karna kehilangan. jika pilihan pertama yang di inginkan maka mudah saja, hidup apa adanya, ga repot namun jika pilihan kedua yang di inginkan, maka kita harus tahu caranya, karena tidak semudah pilihan pertama.

Caranya adalah dengan mengetahui dengan persis apa tujuan kita hidup di dunia. Tujuan utama manusia dalam hidup ini ada di dalam do'a yang sering kita baca di surat al-baqarah ayat ke 201"Rabbana aatinaa fiddunnyaa hasanah wa fil aakhirati hasanah wa qinaa 'adzaa bannaar."

Artinya," ya tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalakami dari siksa neraka." Inilah makna kesuksesan yang sesungguhnya, yaitu selamat di dunia, selamat di akhirat, dan terbebas dari api neraka.

setelah itu, kita harus tahu apa arti kehidupan ini. Ternyata, arti kehidupan ini sesungguhnya ialah beribadah kepada sang maha pencipta. Keberadaan kita di dunia tiada lain adalah sebagai khalifaf untuk mengabdi dan beribadah kepada-Nya. hal ini berdasarkan firman allah Swt."dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-ku." (QS.Adz-Dzariyat (51) : 56).

ibadah disini bermakna luas dan bukan hanya shalat, puasa, zakat dan haji saja. Namun, mencakup seluruh aspek kehidupan kita seperti dalam hal pekerjaan, pernikahan, perdagangan dll. jadi, sekarang kita sudah paham? Bahwa arti dan tujuan kita hidup di dunia ini adalah untuk beribadah kepada allah dengan tujuan mencapai kesuksesan di dunia dan akhirat.

Makna kesuksesan
kita pasti sering mendengar kalimat seperti "Si A sangat sukses dalam hidupnya" atau "Si B ini sukses banget lho sekarang!" Lalu apa sesungguhnya definisi mengenai kesuksesan? Massyarakat indonesia umumnya mendefinisikan kesuksesan berbanding lurus dengan hal-hal yang berhubungan dengan materi: gaji yang besar, mobil yang banyak, rumah yang mewah, jabatan yang tinggi, dst. ketika ada orang-orang yang mencapai hal ini, maka langsung di kalungi label "SUKSES"!

Hal ini tentu ada benarnya, namun tidak 100% tepat. Menurut saya pribadi bagaimana orang-orang meraih kesuksesan itu yang lebih utama. Apakah mereka benar-benar sukses karena hasil kerja kerasnya secara jujur, atau dengan cara mencuri uang rakyat, menzolimi orang lain, dan berkorupsi? Tapi sekarang sepertinya kita sudah tidak peduli lagi dengan hal-hal seperti itu, yang penting bagi masyarakat kita adalah yang terlihat kasat masa aja seperti rumah besar, mobil banyak dan harta berlimpah.

Jika memang ini yang terjadi, maka akan gawat sekali karena manusia dengan keserakahannya akan berlomba-lomba untuk sukses dengan menghalalkan segala cara, sikat sana sikat sini, hantam sana hantam sini. Ini bukanlah tujuan kesuksesan yang utama, karena mungkin saja kita bisa hidup di dunia ini “sukses” dengan penghalalan berbagai cara tersebut, namun ingat, di akhirat nanti kita jelas tidak akan sukses. Segala pebuatan kita, sekecil apapun, baik maupun buruk, akan ada balasannya.

Kita juga harus sadar bahwa kehidupan di dunia ini hanya sementara dan kehidupan di akhirat-lah yang kekal selamanya. Allah SWT telah mengingatkan, “..Dan tiadalah kehidupan ini selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-An’am (6) : 32)

Man of Value
Sekarang kita sudah paham bahwa kehidupan bukan hanya di dunia, namun akan ada kehidupan lain yang lebih kekal setelahnya, yaitu kampung akhirat. Kehidupan kita yang sangat singkat di dunia ini sangat mempengaruhi kehidupan kekal kita di akhirat nanti. Sehingga, menjadi sukses dalam jangka pendek saja tidak cukup, melainkan harus dalam jangka yang panjang. Untuk itu, menjadi hal yang sangat penting bagaimana cara kita meraih kesuksesan tersebut.

Saya percaya bahwa ada hal-hal penting yang harus kita pegang dalam meraih kesuksesan, yaitu “value” atau nilai-nilai kehidupan. Ini yang saya sebut seperti judul tulisan ini, success with values. Makanya kenapa om saya si Albert Einstein pernah mengatakan, “Try not to become a man of success, but rather try to become a man of value.”

Yes, that’s it! V-A-L-U-E. “Nilai” adalah hal yang sangat penting namun sering kita lupakan. Value yang kita pegang ini menentukan bagaimana kesuksesan kita di dunia dan akhirat nanti. Saya melihat “value” yang harus kita miliki dalam meraih kesuksesan ada dalam dua bentuk.

Pertama, “value” yang berarti memegang nilai-nilai prinsip dalam membangun kesuksesan. Setiap orang pastinya mempunyai prinsip hidup, dan saya sangat yakin segala prinsip itu adalah hal-hal yang baik, seperti prinsip kejujuran, keikhlasan, pantang menyerah, tolong menolong, dsb. Kalau dalam perusahaan, pastinya ada yang namanya core values atau nilai-nilai dasar yang harus ada dalam setiap karyawan di perusahaan tersebut. These are the values that I mean.

Cara meraih kesuksesan itu sama pentingnya dengan kesuksesan itu sendiri. Jangan sampai kita menghalalkan segala cara untuk meraih kesuksesan. Untuk itu, makna sukses harus lebih jauh dari itu, yaitu apabila kita mampu sukses dengan nilai-nilai yang kita pegang. Karena kalau sukses hanya diukur berdasarkan materi, maka itu tidak akan pernah habis. Apalagi, manusia seperti kita ini memang diciptakan sebagai makhluk yang tidak pernah puasssss hehe…

Ya contoh mudahnya seperti ini aja. Sekarang kita ga punya mobil, pasti dalam hati pikirannya, “pengen banget punya mobil nih, mau second hand atau third hand jg gpp deh!” Setelah sudah punya mobil 1, pikirannya beda lagi, “kalau punya 2 mobil enak kali ya, bisa gonta-ganti tiap hari” Terus udah punya 2 mobil, beda lagi pikirannya, “Enak juga nih kalo punya mobil 3!” Dst.

Jika memang kita bisa terus menerus menambah mobil sesuai keinginan, maka mungkin saja kita akan dicap sebagai orang yang sukses. Namun, mau sampai kapan? Jika kesuksesan diukur hanya dari materi maka kita akan berada di bawah tekanan yang sangat besar karena harus terus menerus mencapainya. Pasti akan ada satu titik dimana kemampuan kita terbatas dan tidak mampu lagi menambah mobil. Pada titik inilah, maka kita akan menganggap diri sendiri sebagai orang yang tidak sukses, gagal, menjadi pecundang, stress berat, lalu minum baygon, tambahin oli dikit, dan akhirnya wassalam! hehehe…

Makanya saya memberikan arti kesuksesan yang pertama adalah saat kita bisa berhasil meraih kesuksesan dengan berdasarkan kepada nilai-nilai yang kita pegang teguh. Jika kita mendefinisikan sukses dengan cara ini, itu membuat hidup jauh lebih mudah, atau bahasa kerennya “membuat hidup menjadi lebih hidup!”, Karena dalam setiap saat, kita dapat bertindak berdasarkan nilai-nilai kita, meskipun tujuan kita tidak tercapai.

Misalkan seorang pengusaha yang memegang teguh nilai-nilai kejujuran dalam menjalankan usahanya. Prinsipnya adalah, kesuksesan yang diraih harus dengan semangat kerja keras, kejujuran, dan tidak boleh menzolimi kompetitor. Karena memegang prinsip ini, akhirnya pengusaha ini kalah dalam proses tender. Kalau kita melihat secara kasat mata memang kalah, tapi sebenarnya dia sudah sukses karena menggunakan nilai-nilai yang dia yakini dalam berbisnis. Proses menuju kesuksesan sama penting dengan hasil yang diraih.

Contoh nyatanya adalah Martin Luther King, seorang warga negara Amerika kulit hitam yang berjuang tanpa lelah dengan nilai-nilai yang dia pegang teguh untuk mendapatkan persamaan hak yang sama bagi warga kulit hitam di Amerika. Dia terus berjuang dan di saat kematiannya, bisa dibilang dia belum berhasil mencapai tujuannya. Tapi namanya tetap harum hingga sekarang dan kita masih mengingat, mengagumi serta menghormatinya. Mengapa itu bisa terjadi? Karena dia berjuang dengan nilai-nilai prinsipnya yang tetap dikenang.

Kedua, makna dari “value” adalah nilai yang ada dalam diri kita sendiri, dan itu tidak bisa digantikan oleh siapapun. Setiap orang mempunyai nilai masing-masing, yang dengan “nilai” itu dia bisa memberikan manfaat bagi orang lain. Rasulullah pernah bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah mereka yang dapat memberikan manfaat bagi orang lain.” Inilah “value” yang harus dimiliki oleh setiap orang.

Untuk lebih mudahnya memahami tentang ini, saya ada cerita menarik. Alkisah, ada seorang profesor di salah satu universitas di Timur Tengah. Saat memasuki kelas, sang profesor memegang dua pecahan mata uang, 50 QR di tangan kanan dan 100 QR di tangan kiri. Kemudian dia bertanya kepada murid-muridnya, “Berapa nilai uang di tangan kanan saya?” Murid-murid menjawab, “100 QR Pak Professooorr.” Lalu dia bertanya: “Berapa nilai dari uang di tangan kiri saya?” Kembali para murid menjawab: “50 QR Pak Professoor!”

Kemudian profesor meremas kedua uang kertas tersebut hingga lecek, lalu ditanyakan kembali kepada murid-muridnya. “Berapa nilai uang di tangan kanan saya?” Murid-murid pun kembali menjawab dengan jawaban yang sama: “50 QR Profff!” Sang professor melanjutkan: “Dan nilai mata uang di tangan kiri saya?” Tidak cukup hanya meremas, sang professor sekarang membuang uang tadi ke lantai dan diinjak-injak sampai kotor hingga uang tersebut kusut dan terlihat cetakan sepatu sang professor di pecahan mata uang tersebut.

Lalu, diangkat kembali uang tersebut dan ditanyakan kembali ke murid-muridnya, “Berapa nilai dari kedua mata uang ini?” Dijawab kembali oleh para muridnya: “Tetap Prooff, 50 QR di tangan kiri dan 100 QR di tangan kanan. Murid-murid makin bingung, ini profesor lagi sakit apa gimana ya kok nanyanya aneh bener. Salah satu mahasiswa yang bingung bertanya apa maksud dari semua ini.

Sang profesor lalu kemudian menjelaskan bahwa maksud dari semua ini adalah setiap mata uang memiliki nilainya tersendiri. Uang pecahan 100 QR tidak akan mungkin berubah menjadi 50 QR atau 10 QR meskipun uang tersebut kusut, lecek dan kotor.

Begitupun juga dengan manusia, “nilai” setiap orang berbeda dan kita lah yang bertanggung jawab untuk menentukan nilai kita sendiri, bukan orang tua ataupun guru kita. Bagaimana cara kita memberikan “nilai” kepada diri sendiri? Ya tentunya dengan cara belajar lebih giat, bekerja lebih keras, dan berdoa lebih kencang! Walk the talk! Do action! Setelah nanti kita memiliki “nilai”, maka tunggu saja reward yang akan kita dapatkan.

Contoh mudahnya, misalkan berjejer 3 pengacara nih, si Poltak, Poltek dan Poltok. Profesi sama namun yang pasti nilai dari tiap pengacara itu akan berbeda. Poltak bertarif konsultasi 1 juta per jam, Poltek B bertarif 10 juta per jam, dan Poltok bertarif 100 juta per jam! Mengapa bisa berbeda seperti itu? Ya karena nilai dari tiap pengacara itu berbeda dan si Poltok lebih memiliki banyak pengalaman dan ilmu pengetahuan, dan penghargaan dalam bentuk bayaran mahal itu akan datang dengan sendirinya.

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT bahwa Dia akan mengangkat orang-orang yang beriman dan berilmu di antara kita, “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujaadalah [58] : 11).

Sekian tulisan #notesfromQatar hari ini. Semoga kita menjadi orang-orang yang sukses dengan nilai-nilai yang dipegang teguh dan kita bisa memberikan manfaat bagi orang banyak. Dan akhirnya, tujuan utama kita semua agar menjadi orang yang sukses di dunia dan akhirat, serta selamat dari siksa api neraaka akan terwujud. Amiiiin

Value yourself and the world will value you with its own way! :)


Minggu, 02 Juni 2013

Pudarnya Pesona "CLEOPATRA"

Dengan panjang lebar ibu menjelaskan, sebenarnya sejak ada dalan kandungan aku telah
dijodohkan dengan Raihana yang tak pernah kukenal.” Ibunya Raihana adalah teman karib
ibu waktu nyantri di pesantren Mangkuyudan Solo dulu” kata ibu.

“Kami pernah berjanji, jika dikarunia anak berlainan jenis akan besanan untuk memperteguh
tali persaudaraan. Karena itu ibu mohon keikhlasanmu” , ucap beliau dengan nada mengiba.

Dalam pergulatan jiwa yang sulit berhari-hari, akhirnya aku pasrah. Aku menuruti keinginan
ibu. Aku tak mau mengecewakan ibu. Aku ingin menjadi mentari pagi dihatinya, meskipun
untuk itu aku harus mengorbankan diriku.

Dengan hati pahit kuserahkan semuanya bulat-bulat pada ibu. Meskipun sesungguhnya
dalam hatiku timbul kecemasan-kecemasan yang datang begitu saja dan tidak tahu alasannya.
Yang jelas aku sudah punya kriteria dan impian tersendiri untuk calon istriku. Aku tidak bisa
berbuat apa-apa berhadapan dengan air mata ibu yang amat kucintai. Saat khitbah (lamaran)
sekilas kutatap wajah Raihana, benar kata Aida adikku, ia memang baby face dan anggun.

Namun garis-garis kecantikan yang kuinginkan tak kutemukan sama sekali. Adikku, tante
Lia mengakui Raihana cantik, “cantiknya alami, bisa jadi bintang iklan Lux lho, asli ! kata
tante Lia. Tapi penilaianku lain, mungkin karena aku begitu hanyut dengan gadis-gadis Mesir
titisan Cleopatra, yang tinggi semampai, wajahnya putih jelita, dengan hidung melengkung
indah, mata bulat bening khas arab, dan bibir yang merah. Di hari-hari menjelang
pernikahanku, aku berusaha menumbuhkan bibit-bibit cintaku untuk calon istriku, tetapi
usahaku selalu sia-sia.

Aku ingin memberontak pada ibuku, tetapi wajah teduhnya meluluhkanku. Hari pernikahan
datang. Duduk dipelaminan bagai mayat hidup, hati hampa tanpa cinta, Pestapun meriah
dengan empat group rebana. Lantunan shalawat Nabipun terasa menusuk-nusuk hati. Kulihat
Raihana tersenyum manis, tetapi hatiku terasa teriris-iris dan jiwaku meronta. Satu-satunya
harapanku adalah mendapat berkah dari Allah SWT atas baktiku pada ibuku yang kucintai.
Rabbighfir li wa liwalidayya!

Layaknya pengantin baru, kupaksakan untuk mesra tapi bukan cinta, hanya sekedar karena
aku seorang manusia yang terbiasa membaca ayat-ayatNya.
Raihana tersenyum mengembang, hatiku menangisi kebohonganku dan kepura-puraanku.
Tepat dua bulan Raihana kubawa ke kontrakan dipinggir kota Malang.

Mulailah kehidupan hampa. Aku tak menemukan adanya gairah. Betapa susah hidup
berkeluarga tanpa cinta. Makan, minum, tidur, dan shalat bersama dengan makhluk yang
bernama Raihana, istriku, tapi Masya Allah bibit cintaku belum juga tumbuh. Suaranya yang
lembut terasa hambar, wajahnya yang teduh tetap terasa asing. Memasuki bulan keempat,
rasa muak hidup bersama Raihana mulai kurasakan, rasa ini muncul begitu saja. Aku
mencoba membuang jauh-jauh rasa tidak baik ini,apalagi pada istri sendiri yang seharusnya
kusayang dan kucintai. Sikapku pada Raihana mulai lain. Aku lebih banyak diam, acuh tak
acuh, agak sinis, dan tidur pun lebih banyak di ruang tamu atau ruang kerja.

Aku merasa hidupku ada lah sia-sia, belajar di luar negeri sia-sia, pernikahanku sia-sia,
keberadaanku sia-sia.

Tidak hanya aku yang tersiksa, Raihanapun merasakan hal yang sama, karena ia orang yang
berpendidikan, maka diapun tanya, tetapi kujawab ” tidak apa-apa koq mbak, mungkin aku
belum dewasa, mungkin masih harus belajar berumah tangga” Ada kekagetan yang
kutangkap diwajah Raihana ketika kupanggil ‘mbak’, ” kenapa mas memanggilku mbak, aku
kan istrimu, apa mas sudah tidak mencintaiku”tanyanya dengan guratanwajah yang sedih.
“wallahu a’lam” jawabku sekenanya. Dengan mata berkaca-kaca Raihana diam menunduk,
tak lama kemudian dia terisak-isak sambil memeluk kakiku, “Kalau mas tidak mencintaiku,
tidak menerimaku sebagai istri kenapa mas ucapkan akad nikah?

Kalau dalam tingkahku melayani mas masih ada yang kurang berkenan, kenapa mas tidak
bilang dan menegurnya, kenapa mas diam saja, aku harus bersikap bagaimana untuk
membahagiakan mas, kumohon bukalah sedikit hatimu untuk menjadi ruang bagi
pengabdianku, bagi menyempurnakan ibadahku didunia ini”. Raihana mengiba penuh pasrah.
Aku menangis menitikan air mata buka karena Raihana tetapi karena kepatunganku. Hari
terus berjalan, tetapi komunikasi kami tidak berjalan. Kami hidup seperti orang asing tetapi
Raihana tetap melayaniku menyiapkan segalanya untukku.

Suatu sore aku pulang mengajar dan kehujanan, sampai dirumah habis maghrib, bibirku
pucat, perutku belum kemasukkan apa-apa kecuali segelas kopi buatan Raihana tadi pagi,
Memang aku berangkat pagi karena ada janji dengan teman. Raihana memandangiku dengan
khawatir. “Mas tidak apa-apa” tanyanya dengan perasaan kuatir. “Mas mandi dengan air
panas saja, aku sedang menggodoknya, lima menit lagi mendidih” lanjutnya. Aku melepas
semua pakaian yang basah. “Mas airnya sudah siap” kata Raihana. Aku tak bicara sepatah
katapun, aku langsung ke kamar mandi, aku lupa membawa handuk, tetapi Raihana telah
berdiri didepan pintu membawa handuk. “Mas aku buatkan wedang jahe” Aku diam saja.
Aku merasa mulas dan mual dalam perutku tak bisa kutahan.

Dengan cepat aku berlari ke kamar mandi dan Raihana mengejarku dan memijit-mijit pundak
dan tengkukku seperti yang dilakukan ibu. ” Mas masuk angin. Biasanya kalau masuk angin
diobati pakai apa, pakai balsam, minyak putih, atau jamu?” Tanya Raihana sambil
menuntunku ke kamar. “Mas jangan diam saja dong, aku kan tidak tahu apa yang harus
kulakukan untuk membantu Mas”. ” Biasanya dikerokin” jawabku lirih. ” Kalau begitu kaos
mas dilepas ya, biar Hana kerokin” sahut Raihana sambil tangannya melepas kaosku. Aku
seperti anak kecil yang dimanja ibunya. Raihana dengan sabar mengerokin punggungku
dengan sentuhan tangannya yang halus. Setelah selesai dikerokin, Raihana membawakanku
semangkok bubur kacang hijau. Setelah itu aku merebahkan diri di tempat tidur. Kulihat
Raihana duduk di kursi tak jauh dari tempat tidur sambil menghafal Al Quran dengan
khusyu. Aku kembali sedih dan ingin menangis, Raihana manis tapi tak semanis gadis-gadis
mesir titisan Cleopatra.

Dalam tidur aku bermimpi bertemu dengan Cleopatra, ia mengundangku untuk makan malam
di istananya.” Aku punya keponakan namanya Mona Zaki, nanti akan aku perkenalkan
denganmu” kata Ratu Cleopatra. ” Dia memintaku untuk mencarikannya seorang pangeran,
aku melihatmu cocok dan berniat memperkenalkannya denganmu”. Aku mempersiapkan
segalanya. Tepat pukul 07.00 aku datang ke istana, kulihat Mona Zaki dengan pakaian
pengantinnya, cantik sekali. Sang ratu mempersilakan aku duduk di kursi yang berhias
berlian.

Aku melangkah maju, belum sempat duduk, tiba-tiba ” Mas, bangun, sudah jam setengah
empat, mas belum sholat Isya” kata Raihana membangunkanku. Aku terbangun dengan
perasaan kecewa. ” Maafkan aku Mas, membuat Mas kurang suka, tetapi Mas belum sholat
Isya” lirih Hana sambil melepas mukenanya, mungkin dia baru selesai sholat malam.
Meskipun cuman mimpi tapi itu indah sekali, tapi sayang terputus. Aku jadi semakin tidak
suka sama dia, dialah pemutus harapanku dan mimpi-mimpiku. Tapi apakah dia bersalah,
bukankah dia berbuat baik membangunkanku untuk sholat Isya.

Selanjutnya aku merasa sulit hidup bersama Raihana, aku tidak tahu dari mana sulitnya. Rasa
tidak suka semakin menjadi-jadi. Aku benar-benar terpenjara dalam suasana konyol. Aku
belum bisa menyukai Raihana. Aku sendiri belum pernah jatuh cinta, entah kenapa bisa
dijajah pesona gadis-gadis titisan Cleopatra.

” Mas, nanti sore ada acara qiqah di rumah YuImah. Semua keluarga akan datang termasuk
ibundamu. Kita diundang juga. Yuk, kita datang bareng, tidak enak kalau kita yang dieluk-elukan keluarga tidak datang”Suara lembut Raihana menyadarkan pengembaraanku pada
Jaman Ibnu Hazm. Pelan-pelan ia letakkan nampan yang berisi onde-onde kesukaanku dan
segelas wedang jahe.

Tangannya yang halus agak gemetar. Aku dingin-dingin saja. ” Maaf..maaf jika mengganggu
Mas, maafkan Hana,” lirihnya, lalu perlahan-lahan beranjak meninggalkan aku di ruang
kerja. ” Mbak! Eh maaf, maksudku D..Din..Dinda Hana!, panggilku dengan suara parau
tercekak dalam tenggorokan. ” Ya Mas!” sahut Hana langsung menghentikan langkahnya dan
pelan-pelan menghadapkan dirinyapadaku. Ia berusaha untuk tersenyum, agaknya ia bahagia
dipanggil “dinda”. ” Matanya sedikit berbinar. “Te..terima kasih Di..dinda, kita berangkat
bareng kesana, habis sholat dhuhur, insya Allah,” ucapku sambil menatap wajah Hana
dengan senyum yang kupaksakan.

Raihana menatapku dengan wajah sangat cerah, ada secercah senyum bersinar dibibirnya. ”
Terima kasih Mas, Ibu kita pasti senang, mau pakai baju yang mana Mas, biar dinda siapkan?
Atau biar dinda saja yang memilihkan ya?”.
Hana begitu bahagia.

Perempuan berjilbab ini memang luar biasa, Iatetap sabar mencurahkan bakti meskipun aku
dingin dan acuh tak acuh padanya selama ini. Aku belum pernah melihatnya memasang
wajah masam atau tidak suka padaku. Kalau wajah sedihnya ya. Tapi wajah tidak sukanya
belum pernah. Bah, lelaki macam apa aku ini, kutukku pada diriku sendiri. Aku memaki-maki diriku sendiri atas sikap dinginku selama ini., Tapi, setetes embun cinta yang
kuharapkan membasahi hatiku tak juga turun. Kecantikan aura titisan Cleopatra itu?
Bagaimana aku mengusirnya. Aku merasa menjadi orang yang paling membenci diriku
sendiri di dunia ini.

Acara pengajian dan qiqah putra ketiga Fatimah kakak sulung Raihana membawa sejarah
baru lembaran pernikahan kami. Benar dugaan Raihana, kami dielu-elukan keluarga,
disambut hangat, penuh cinta, dan penuh bangga. “
Selamat datang pengantin baru! Selamat datang pasangan yang paling ideal dalam keluarga!
Sambut Yu Imah disambut tepuk tangan bahagia mertua dan bundaku serta kerabat yang lain.
Wajah Raihana cerah. Matanya berbinar-binarbahagia. Lain dengan aku, dalam hatiku
menangis disebut pasangan ideal.

Apanya yang ideal. Apa karena aku lulusan Mesir dan Raihana lulusan terbaik dikampusnya
dan hafal Al Quran lantas disebut ideal? Idealbagiku adalah seperti Ibnu Hazm dan istrinya,
saling memiliki rasa cinta yang sampai pada pengorbanan satu sama lain. Rasa cinta yang
tidak lagi memungkinkan adanya pengkhianatan. Rasa cinta yang dari detik ke detik
meneteskan rasa bahagia.

Tapi diriku? Aku belum bisa memiliki cinta seperti yang dimiliki Raihana.
Sambutan sanak saudara pada kami benar-benarhangat. Aku dibuat kaget oleh sikap Raihana
yang begitu kuat menjaga kewibawaanku di matakeluarga. Pada ibukudan semuanya tidak
pernah diceritakan, kecuali menyanjung kebaikanku sebagai seorang suami yang dicintainya.
Bahkan ia mengaku bangga dan bahagia menjadi istriku. Aku sendiri dibuat pusing dengan
sikapku. Lebih pusing lagi sikap ibuku dan mertuaku yang menyindir tentang keturunan. ”
Sudah satu tahun putra sulungku menikah, koq belum ada tanda-tandanya ya, padahal aku
ingin sekali menimang cucu” kata ibuku. ” Insya Allah tak lama lagi, ibu akan menimang
cucu, doakanlah kami. Bukankah begitu, Mas?” sahut Raihana sambil menyikut lenganku,
aku tergagap dan mengangguk sekenanya.

Setelah peristiwa itu, aku mencoba bersikap bersahabat dengan Raihana. Aku berpura-pura
kembali mesra dengannya, sebagai suami betulan. Jujur, aku hanya pura-pura. Sebab bukan
atas dasar cinta, dan bukan kehendakku sendiri aku melakukannya, ini semua demi ibuku.
Allah Maha Kuasa. Kepura-puraanku memuliakan Raihana sebagai seorang istri. Raihana
hamil. Ia semakin manis.

Keluarga bersuka cita semua. Namun hatiku menangis karena cinta tak kunjung tiba. Tuhan
kasihanilah hamba, datangkanlah cinta itu segera. Sejak itu aku semakin sedih sehingga
Raihana yang sedang hamil tidakkuperhatikan lagi. Setiap saat nuraniku bertanya” Mana
tanggung jawabmu!” Aku hanya diam dan mendesah sedih. ” Entahlah, betapa sulit aku
menemukan cinta” gumamku.

Dan akhirnya datanglah hari itu, usia kehamilan Raihana memasuki bulan ke enam. Raihana
minta ijin untuk tinggal bersama orang tuanya dengan alasan kesehatan. Kukabulkan
permintaanya dan kuantarkan dia kerumahnya. Karena rumah mertua jauh dari kampus
tempat aku mengajar, mertuaku tak menaruh curiga ketika aku harus tetap tinggal
dikontrakan. Ketika aku pamitan, Raihana berpesan, ” Mas untuk menambah biaya kelahiran
anak kita, tolong nanti cairkan tabunganku yangada di ATM. Aku taruh dibawah bantal,
no.pinnya sama dengan tanggal pernikahan kita”.

Setelah Raihana tinggal bersama ibunya, aku sedikit lega. Setiap hari Aku tidak bertemu
dengan orang yang membuatku tidak nyaman. Entah apa sebabnya bisa demikian. Hanya saja
aku sedikit repot, harus menyiapkan segalanya.

Tapi toh bukan masalah bagiku, karena aku sudah terbiasa saat kuliah di Mesir.
Waktu terus berjalan, dan aku merasa enjoy tanpa Raihana. Suatu saat aku pulang kehujanan.
Sampai rumah hari sudah petang, aku merasa tubuhku benar-benar lemas. Aku muntah-muntah, menggigil, kepala pusing dan perut mual. Saat itu terlintas dihati andaikan ada
Raihana, dia pasti telah menyiapkan air panas, bubur kacang hijau, membantu mengobati
masuk angin dengan mengeroki punggungku, lalu menyuruhku istirahat dan menutupi
tubuhku dengan selimut. Malam itu aku benar-benar tersiksa dan menderita. Aku terbangun
jam enam pagi. Badan sudah segar. Tapi ada penyesalan dalam hati, aku belum sholat Isya
dan terlambat sholat subuh. Baru sedikit terasa, andaikan ada Raihana tentu aku ngak
meninggalkan sholat Isya, dan tidak terlambat sholat subuh.

Lintasan Raihana hilang seiring keberangkatan mengajar di kampus. Apalagi aku mendapat
tugas dari universitas untuk mengikuti pelatihan mutu dosenmata kuliah bahasa arab
Diantaranya tutornya adalah professor bahasa arab dari Mesir. Aku jadi banyak berbincang
dengan beliau tentang mesir.

Dalam pelatihanaku juga berkenalan dengan Pak Qalyubi,
seorang dosen bahasa arab dari Medan. Dia menempuh S1-nya di Mesir. Dia menceritakan
satu pengalaman hidup yang menurutnya pahit dan terlanjur dijalani. “Apakah kamu sudah
menikah?” kata Pak Qalyubi. “Alhamdulillah, sudah” jawabku. ” Dengan orang mana?. ”
Orang Jawa”. ” Pasti orang yang baik ya. Iya kan? Biasanya pulang dari Mesir banyak
saudara yang menawarkan untuk menikah  dengan perempuan shalehah. Paling tidak
santriwati, lulusan pesantren. Istrimu dari pesantren?”. “Pernah, alhamdulillah dia sarjana
dan hafal Al Quran”. ” Kau sangat beruntung, tidak sepertiku”. ” Kenapa dengan Bapak?” ”
Aku melakukan langkah yang salah, seandainya aku tidak menikah dengan orang Mesir itu,
tentu batinku tidak merana seperti sekarang”. ” Bagaimana itu bisa terjadi?”. “
Kamu tentu tahu kan gadis Mesir itu cantik-cantik, dan karena terpesona dengan
kecantikanya saya menderita seperti ini. Ceritanya begini, Saya seorang anak tunggal dari
seorang yang kaya, saya berangkat ke Mesir dengan biaya orang tua. Disana saya bersama
kakak kelas namanya Fadhil, orang Medan juga. Seiring dengan berjalannya waktu, tahun
pertama saya lulus dengan predikat jayyid, predikat yang cukup sulit bagi pelajar dari
Indonesia.

Demikian juga dengan tahun kedua. Karena prestasi saya, tuan rumah tempat saya tinggal
menyukai saya. Saya dikenalkan dengan anak gadisnya yang bernama Yasmin. Dia tidak
pakai jilbab. Pada pandangan pertama saya jatuh cinta, saya belum pernah melihat gadis
secantuk itu. Saya bersumpah tidak akan menikah dengan siapapun kecuali dia. Ternyata
perasaan saya tidak bertepuk sebelah tangan. Kisah cinta saya didengar oleh Fadhil. Fadhil
membuat garis tegas, akhiri hubungan dengan anak tuan rumah itu atau sekalian lanjutkan
dengan menikahinya. Saya memilih yang kedua.

Ketika saya menikahi Yasmin, banyak teman-teman yang memberi masukan begini, sama-sama menikah dengan gadis Mesir, kenapa tidak mencari mahasiswi Al Azhar yang hafal Al
Quran, salehah, dan berjilbab. Itu lebih selamat dari pada dengan Yasmin yang awam
pengetahuan agamanya. Tetapi saya tetap teguh untuk menikahinya. Dengan biaya yang
tinggi saya berhasil menikahi Yasmin.

Yasmin menuntut diberi sesuatu yang lebih dari gadis Mesir. Perabot rumah yang mewah,
menginap di hotel berbintang. Begitu selesai S1saya kembali ke Medan, saya minta agar
asset yang di Mesir dijual untuk modal di Indonesia. Kami langsung membeli rumah yang
cukup mewah di kota Medan. Tahun-tahun pertama hidup kami berjalan baik, setiap
tahunnya Yasmin mengajak ke Mesir menengok orang tuanya. Aku masih bisa memenuhi
semua yang diinginkan Yasmin. Hidup terus berjalan, biaya hidup semakin nambah, anak
kami yang ketiga lahir, tetapi pemasukan tidak bertambah. Saya minta Yasmin untuk
berhemat. Tidak setiap tahun tetapi tiga tahun sekali namun Yasmin tidak bisa.

Aku mati-matian berbisnis, demikeinginan Yasmin dan anak-anak terpenuhi. Sawah terakhir
milik Ayah saya jual untuk modal. Dalam dirisaya mulai muncul penyesalan. Setiap kali
saya melihat teman-teman alumni Mesir yang hidup dengan tenang dan damai dengan
istrinya. Bisa mengamalkan ilmu dan bisa berdakwah dengan baik. Dicintai masyarakat. Saya
tidak mendapatkan apa yang mereka dapatkan. Jika saya pengen rendang, saya harus ke
warung. Yasmin tidak mau tahu dengan masakan Indonesia.

Kau tahu sendiri, gadis Mesir biasanya memanggil suaminya dengan namanya. Jika ada
sedikit letupan, maka rumah seperti neraka. Puncak penderitaan saya dimulai setahun yang
lalu. Usaha saya bangkrut, saya minta Yasmin untuk menjual perhiasannya, tetapi dia tidak
mau. Dia malah membandingkan dirinyayang hidup serba kurang dengan sepupunya.
Sepupunya mendapat suami orang Mesir.

Saya menyesal meletakkan kecantikan diatassegalanya. Saya telah diperbudak dengan
kecantikannya. Mengetahui keadaan saya yang terjepit, ayah dan ibu mengalah. Mereka
menjual rumah dan tanah, yang akhirnya merekatinggal di ruko yang kecil dan sempit. Batin
saya menangis. Mereka berharap modal itu cukup untuk merintis bisnis saya yang bangkrut.
Bisnis saya mulai bangkit, Yasmin mulai berulah, dia mengajak ke Mesir. Waktu di Mesir
itulah puncak tragedy yang menyakitkan. ” Aku menyesal menikah dengan orang Indonesia,
aku minta kau ceraikan aku, aku tidak bisa bahagia kecuali dengan lelaki Mesir”. Kata
Yasmin yang bagaikan geledek menyambar. Lalutanpa dosa dia bercerita bahwa tadi di
KBRI dia bertemu dengan temannya. Teman lamanya itu sudah jadi bisnisman, dan istrinya
sudah meninggal
.
Yasmin diajak makan siang, dan dilanjutkan dengan perselingkuhan. Aku pukul dia karena
tak bisa menahan diri. Atas tindakan itu saya dilaporkan ke polisi. Yang menyakitkan adalah
tak satupun keluarganya yang membelaku. Rupanya selama ini Yasmin sering mengirim
surat yang berisi berita bohong.

Sejak saat itu saya mengalami depresi. Dua bulan yang lalu saya mendapat surat cerai dari
Mesir sekaligus mendapat salinan surat nikah Yasmin dengan temannya. Hati saya sangat
sakit, ketika si sulung menggigau meminta ibunya pulang”.
Mendengar cerita Pak Qulyubi membuatku terisak-isak. Perjalanan hidupnya
menyadarkanku. Aku teringat Raihana. Perlahanwajahnya terbayang dimataku, tak terasa
sudah dua bualn aku berpisah dengannya. Tiba-tiba ada kerinduan yang menyelinap dihati.
Dia istri yang sangat shalehah. Tidak pernahmeminta apapun. Bahkan yang keluar adalah
pengabdian dan pengorbanan. Hanya karena kemurahan Allah aku mendapatkan istri seperti
dia. Meskipun hatiku belum terbuka lebar, tetapi wajah Raihana telah menyala didindingnya.
Apa yang sedang dilakukan Raihana sekarang? Bagaimana kandungannya? Sudah delapan
bulan. Sebentar lagi melahirkan. Aku jadi teringat pesannya. Dia ingin agar aku mencairkan
tabungannya.

Pulang dari pelatihan, aku menyempatkan ke toko baju muslim, aku ingin membelikannya
untuk Raihana, juga daster, dan pakaian bayi. Aku ingin memberikan kejutan, agar dia
tersenyum menyambut kedatanganku. Aku tidak langsung ke rumah mertua, tetapi ke
kontrakan untuk mengambil uang tabungan, yang disimpan dibawah bantal. Dibawah kasur
itu kutemukan kertas Merah jambu. Hatiku berdesir, darahku terkesiap. Surat cinta siapa ini,
rasanya aku belum pernah membuat surat cinta untuk istriku. Jangan-jangan ini surat cinta
istriku dengan lelaki lain. Gila! Jangan-jangan istriku serong. Dengan rasa takut kubaca surat
itu satu persatu. Dan ya Rabbii ternyata surat-surat itu adalah ungkapan hati Raihana yang
selama ini aku zhalimi. Ia menulis, betapaia mati-matian mencintaiku, meredam rindunya
akan belaianku. Ia menguatkan diri untuk menahan nestapa dan derita yang luar biasa. Hanya
Allah lah tempat ia meratap melabuhkan dukanya. Dan ya .. Allah, ia tetap setia
memanjatkan doa untuk kebaikan suaminya.

Dan betapa dia ingin hadirnya cinta sejati dariku.
“Rabbi dengan penuh kesyukuran, hamba bersimpuh dihadapan-Mu. Lakal hamdu ya Rabb.
Telah muliakan hamba dengan Al Quran. Kalaulahbukan karena karunia-Mu yang agung ini,
niscaya hamba sudah terperosok kedalam jurang kenistaan. Ya Rabbi, curahkan tambahan
kesabaran dalam diri hamba” tulis Raihana.

Dalam akhir tulisannya Raihana berdoa” Ya Allah inilah hamba-Muyang kerdil penuh noda
dan dosa kembali datang mengetuk pintumu, melabuhkan derita jiwa ini kehadirat-Mu. Ya
Allah sudah tujuh bulan ini hamba-Mu ini hamil penuh derita dan kepayahan. Namun kenapa
begitu tega suami hamba tak mempedulikanku dan menelantarkanku. Masih kurang apa rasa
cinta hamba padanya. Masih kurang apa kesetiaanku padanya. Masih kurang apa baktiku
padanya? Ya Allah, jika memang masih ada yang kurang, ilhamkanlah pada hamba-Mu ini
cara berakhlak yang lebih mulia lagi pada suamiku.

Ya Allah, dengan rahmatMu hamba mohon jangan murkai dia karena kelalaiannya. Cukup
hamba saja yang menderita. Maafkanlah dia, dengan penuh cinta hamba masih tetap
menyayanginya. Ya Allah berilah hamba kekuatan untuk tetap berbakti dan memuliakannya.
Ya Allah, Engkau maha Tahu bahwa hamba sangat mencintainya karena-Mu. Sampaikanlah
rasa cinta ini kepadanya dengan cara-Mu. Tegurlah dia dengan teguran-Mu. Ya Allah
dengarkanlah doa hamba-Mu ini. Tiada Tuhan yang layak disembah kecuali Engkau, Maha
Suci Engkau”.

Tak terasa air mataku mengalir, dadaku terasa sesak oleh rasa haru yang luar biasa. Tangisku
meledak. Dalam tangisku semua kebaikan Raihana terbayang. Wajahnyayang baby face dan
teduh, pengorbanan dan pengabdiannya yang tiada putusnya, suaranya yang lembut,
tanganya yang halus bersimpuh memeluk kakiku, semuanya terbayang mengalirkan perasaan
haru dan cinta. Dalam keharuan terasa ada angina sejuk yang turun dari langit dan merasuk
dalam jiwaku. Seketika itu pesona Cleopatra telah memudar berganti cinta Raihana yang
datang di hati. Rasa sayang dan cinta pada Raihan tiba-tiba begitu kuat mengakar dalam
hatiku. Cahaya Raihana terus berkilat-kilat dimata. Aku tiba-tiba begitu merindukannya.
Segera kukejar waktu untuk membagi Cintaku dengan Raihana.

Kukebut kendaraanku. Kupacu kencang seiring dengan air mataku yang menetes sepanjang
jalan. Begitu sampai di halaman rumah mertua, nyaris tangisku meledak. Kutahan dengan
nafas panjang dan kuusap air mataku. Melihatkedatanganku, ibu mertuaku memelukku dan
menangis tersedu- sedu. Aku jadi heran dan ikut menangis. ” Mana Raihana Bu?”. Ibu
mertua hanya menangis dan menangis. Aku terus bertanya apa sebenarnya yang telah terjadi.
” Raihana…istrimu. .istrimu dan anakmu yang dikandungnya” . ” Ada apa dengan dia”. ” Dia
telah tiada”. ” Ibu berkata apa!”. ” Istrimu telah meninggal seminggu yang lalu. Dia terjatuh
di kamar mandi. Kami membawanya ke rumah sakit. Dia dan bayinya tidak selamat.
Sebelum meninggal, dia berpesan untuk memintakan maaf atas segala kekurangan dan
kekhilafannya selama menyertaimu.

Dia meminta maaf karena tidak bisa membuatmu bahagia. Dia meminta maaf telah dengan
tidak sengaja membuatmu menderita. Dia minta kau meridhionya” .
Hatiku bergetar hebat. ” kenapa ibu tidak memberi kabar padaku?”. “
Ketika Raihana dibawa ke rumah sakit, aku telah mengutus seseorang untuk menjemputmu
di rumah kontrakan, tapi kamu tidak ada. Dihubungi ke kampus katanya kamu sedang
mengikuti pelatihan. Kami tidak ingin mengganggumu. Apalagi Raihana berpesan agar kami
tidak mengganggu ketenanganmu selama pelatihan. Dan ketika Raihana meninggal kami
sangat sedih, Jadi Maafkanlah kami”.

Aku menangis tersedu-sedu. Hatiku pilu. Jiwaku remuk. Ketika aku merasakan cinta
Raihana, dia telah tiada. Ketika aku ingin menebus dosaku, dia telah meninggalkanku. Ketika
aku ingin memuliakannya dia telah tiada. Dia telah meninggalkan aku tanpa memberi
kesempatan padaku untuk sekedar minta maaf dan tersenyum padanya. Tuhan telah
menghukumku dengan penyesalan dan perasaan bersalah tiada terkira.

Ibu mertua mengajakku ke sebuah gundukan tanah yang masih baru dikuburan pinggir desa.
Diatas gundukan itu ada dua buah batu nisan. Namadan hari wafat Raihana tertulis disana.
Aku tak kuat menahan rasa cinta, haru, rindu dan penyesalan yang luar biasa. Aku ingin
Raihana hidup kembali. Dunia tiba-tiba gelap semua ……..

*Habiburrahman el-sirazhy (penulis novel ayat-ayat cinta)